Ada seseorang berkata:
Mau sebahagia apapun dirimu dengan pasanganmu saat ini.
Pasti dirimu masih memiliki satu nama di dalam hatimu yang tidak akan pernah
terhapus sampai kapanpun, mungkin hanya sekedar memudar. Dia mungkin tidak
bersamamu tapi dia hidup didalam hatimu.
....dan
Ternyata aku sedang merasakan hal itu.
Lebih tepatnya bukan berada diposisi yang sulit melupakan
satu nama tersebut, melainkan berada diposisi seseorang yang mencoba untuk
membuatmu percaya bahwa masa lalu akan selalu ada pengganti yang lebih baik.
Aku hanya sedang mencoba menyadarkan dirimu bahwa bukan dirinya atau
kenangannya yang sulit kau lupakan, melainkan dirimu sendiri yang membuatnya
sulit dilupa, entah itu sulit atau memang kau tak ingin, yang pasti aku hanya
sedang mencoba merubah pola pikirmu, meski aku tahu itu bukan perkara mudah dan
kemungkinan tidak akan berhasil, setidaknya mencoba masih lebih baik daripada
tidak sama sekali.
Tenangku banyaknya ada dikamu, pulangku masih dikamu dan
berbagi kisahku masih nyaman dikamu. Kamu mudah saja beradaptasi dengan ketidak
jelasan yang kita ciptakan, kita terlalu sempurna jika disebut menyatu namun
juga terlalu jauh jika disebut pertemanan. Kita masih diambang hubungan, aku
yang masih meyakinkan padamu bahwa rela masaku untukmu namun kamu yang masih
sangat bimbang atas masa lalu yang selalu masih jadi bayangan didalam kepalamu
sendiri.
Tidak tegaan katamu, masih sayang menurutku.
Kau hanya berdelik diatas kalimat kali ini sesudah putus
hubungan aku dan dia tidak akan pernah bersama lagi, aku sudah tidak akan
menerimanya lagi, kali ini sudah cukup putus nyambung dengan dia, tetap saja
dia berusaha untuk dekat dan aku tidak tega untuk itu, tapi tenang saja aku
tidak akan merespon dia seperti dahulu, kali ini biasa saja.
Aku tak tahu sebenar-benarnya pada siapa hatimu bermukim.
Ini kembali kepada tulisanku sebelumnya, soal menyayangimu
adalah tentang keihklasan. Bahkan saat aku sudah benar-benar menjadi yang paling
rela, menjadi seorang yang paling ihklas atas semua keadaan serta menjadi yang
paling lapas atas nama kesabaran. Tugasku hadir dalam hidupmu adalah untuk
membuatmu bahagia, nanti jika ada orang lain yang mampu membuatmu bahagia atau
ada yang bisa membuatmu lebih bahagia, maka tugasku sudah selesai, menyayangimu
memang soal keihklasan tanpa batas dan tanpa balas, untukmu aku tak berharap
timbal balik atas segala yang telah kuberi.
Kini memaksakan diri untuk terbiasa tanpa pesan darimu,
membiasakan diri tanpa mendengar suaramu, menghinakan diri sendiri yang
terlihat bisa tanpamu namun pada kesendirian hati masih berbisik pada pikiran
untuk mengingat segala hal tentangmu, tentang tingkahmu yang berani, mata sayu
milikmu yang mudah sekali mengantuk, gelak tawa tanpa beban ketika kita sedang
bercanda bersama, juga waktu malam yang kita habiskan untuk bercerita, namun
aku lebih senang diam mendengarkan cerita milikmu, sebab aku merasa senang dan
nyaman mendengar suaramu diujung telfon, juga sering kali kamu menangis atas
setiap hal yang membuat hatimu lelah. Mungkin saat itu hanya aku satu-satunya
manusia yang paham sekali tentang dirimu, tentang keluh kesahmu, seperti katamu
waktu itu bahwa hanya aku yang bisa kau ajak diskusi tentang apapun dan hanya
denganku kau berani bercerita bebas tanpa batasan, sehingga kau meyakinkan lagi
bahwa hanya aku yang jadi rumah atas segala rasa keluh kesah milikmu.
Namun kembali pada kenyataan, pikiranku berputar bagai
gasing. Hanya ada satu hal yang tidak dapat aku mengerti tentangmu, yaitu
tentang perasaanmu. Kau seolah menjadikanku rumah dan membuatku yakin akan hal
itu, kau bangun dengan kalimat penenang dan meyakinkan. Namun yang kini
kusadari adalah aku bukan satu-satunya rumah yang kau buat untuk kau singgahi.
Kau ingat dialog antar kita diatas sebuah sepeda motor tua
waktu itu? Kau bilang bahwa kau tidak dapat menjalankan suatu hubungan jarak
jauh. Kalimat itu juga yang menyadarkanku bahwa memang benar ada rumah lain
untuk kau singgahi, lebih tepatnya rumah lamamu, meski memang tidak senyaman,
semegah dan tidak memiliki fasilitas lengkap seperti rumah yang aku berikan,
namun nyatanya rumah pertama memang selalu memiliki kisah menarik didalamnya,
yang bisa saja belum tentu dimiliki oleh rumah baru. Ada kisah tersendiri
dirumah lama, yang sangat khas, sehingga kau merelakan diri merebah pada kasur
kapuk dirumah lama, meninggalkan kasur baru yang sebenarnya lebih nyaman untuk
kau rebahi, mungkin juga sudah banyak foto dan kegiatan dirumah lama sehingga
menyimpan banyak kenangan dalam bentuk memori.
Nona..
Rumah baru yang telah kau buat kini telah sedikit usang berdebu,
bangunannya tetap kokoh dan jauh dari kata lapuk, hanya saja rumah itu kini
terasa kosong dan sepi, bukan tentang perabotan yang ditinggalkan, namun
tentang tiada lagi bising suara cerita, canda tawa, tangis atau bahkan hanya
sekedar langkah kaki semua telah benar-benar pergi, tidak dihuni oleh siapapun,
karena rumah itu tidak disewakan apalagi dijual untuk siapapun.
Dan yaa nona, jika tebakkanmu rumah yang aku maksud dari
awal itu adalah aku, maka memang benar adanya rumah megah yang kau tinggalkan
tanpa alasan itu adalah aku.