Sabtu, 25 November 2023

Balada Ananta

 Katanya hidup ini terbagi menjadi dua babak, yang pertama kita mengharapkan yang kedua akan datang dan yang kedua kita berharap yang pertama akan kembali. Manusia memang aneh, ketika sudah digunung malah pantai yang dirindukan, setibanya di pantai malah gunung yang ditanyakan, ketika kemarau bertamu malah hujan yang ditanyakan, namun ketika hujan datang kenapa malah bertanya kapan hujan akan selesai.

jika kita mencintai langit, kita harus siap memaklumi hujan dan petirnya.


Kuberitahu nona, aku seorang pria muda penikmat sastra, akan kuabadikan tiap nafas dalam kisah tak terbaca oleh mata namun terasa oleh jiwa, yang tidak dapat dijelaskan layaknya saat daun gugur dipetik oleh angin dan seperti debu yang sedang terombang-ambing ditiup angin tak berarah. Senja tenggelam di tepian jurang lalu gelap malam kian membunuhnya perlahan dengan siksa hingga sesaat kerajaan matahari direbut begitu saja diganti paksa singgahsana sang rembulan. Sajakku bisa saja bersifat fana namun perasaan tidak mungkin fatamorgana, dalam bahasa sunyi kupungut beberapa kata lalu merakitnya dalam rasa menjadikannya indah pada frasa sastra. Ini tentang bahasa yang tidak semua orang dapat mengerti namun akan begitu mudah jika hanya sekedar dibaca, memahami memang serumit itu. Lewat diksi dengan sedikit retorika sederhana kutulis kembali tentangmu di bab lain sebagai lanjutan.

Kembali kutulis namamu dibab lain, bab dimana yang seharusnya sudah tidak ada karena terakhir kali sudah kusimpulkan seluruh kisah, sangat sebentar saya menulisnya tapi paragraf demi paragraft tercipta begitu saja tanpa rasa lelah dan tanpa jeda, tentangmu meski tidak bersama, aku tetap senang pernah menemukanmu dalam ketidak sengajaan, iya bahwasanya aku memang menemukanmu dengan ketidak sengajaan pada keheningan kala itu.

Apakah kau pernah bertanya bagaimana bentuk luka jika menjadi sebuah bahasa, akan seperti apa jadinya?. Apakah menjadi yang paling bising diantara keramaian, menjadi yang paling ribut diteriknya siang atau menjadi yang paling tenang diantara heningnya senja, menjadi yang paling diam didinginnya tengah malam. Atau mungkin ia menjadi yang paling hening diantara bising, menjadi yang paling tenang ditengah keramaian.

Mari kembali kemasa itu, seperti halnya menyukai senja yang tak perlu kujelaskan lebih dalam, aku selalu menyukai matamu, matamu menenggelamkan fokus namun matamu selalu bisa menenagkan segala yang gusar. Aku melihat diriku semakin dalam, semakin tidak mau keluar dari matamu seolah mempunyai magis sendiri. Itulah sebab mengapa aku suka bersamamu, terkadang tidak terlalu banyak bicara, kita hanya menikmati udara yang seliweran sambil saling menatap. Dalam hati, aku ingin memanjatkan doa agar dengaku saja kamu ingin menetap.

Aku memang suka segala tentangmu, bahkan saat kamu cemberut dan cemburu, tentu tidak dengan porsi yang berlebihan, bagaimana caramu menahan rasa kesal saat itu. Dengan begitu, kamu selalu terlihat semakin memesona,

Sebab luka tercipta dari seseorang yang kita anggap istimewa.

Aku memercayaimu, waktu itu. Demikian denganmu yang menyandarkan pelukmu kepadaku sebagai bentuk perayaan atas kenyamanan. Pernah beberapa hari, minggu bahkan bulan, kita bersama-sama melukis kisah yang terkenang. Tak perlu kamu sesali, sebab dulu kamu pernah berjanji sebelum kita terlalu jauh dalam massa jarak waktu:

diantara sela angin jalan kau bertanya dengan penuh risau “Bisa tidak, kau tak jauh?”
kujawab “jauhku bukan sebuah keinginan”
“Tapi aku tidak bisa jauh” jawabmu ringkas  dalam rengekkan
“Ini hanya perihal jarak dan waktu, nanti kusempatkan diri bertemu”

Jelang lepas beberapa waktu, aku sudah menepati janji tak jauh, namun kau memilih hilang.

Jika kedekatan hanya untuk membuat sebatas saling menyembuhkan luka karena orang lain, sebaiknya kita tidak usah bertemu, sebab aku datang dengan ketulusan serta kebahagiaan. Ketika lukamu sembuh lalu kau memilih pergi. Sialnya, kepergianmu menjadi luka baru untukku, jika memang iya kedekatan kita diperuntukkan hanya untuk sebatas itu, seharusnya kita memang tidak usah saling mengenal saja. Karena apa untungnya jika orang yang berhasil menyembuhkanku adalah orang yang melukaiku lebih hebat dari lukaku kemarin?

Hingga kita mencapai titik akhir.
diantara tanda baca.
Bisa kah kita kembali ke awal lagi?
Bukan pada bagian kita menjadi saling.
Namun pada bagian kita masih asing.

Share:

Minggu, 16 Oktober 2022

Ablasi

Seiring perjalanan hidup, ternyata aku mulai menyadari bahwa memaafkan adalah memberi kedamaian kepada diri sendiri atas kejadian yang menimpa diri kita sendiri. Memaafkan bukanlah tentang memberikan kesempatan bagi orang lain untuk melukai kita kembali, melainkan perihal mengihklaskan hal-hal yang sudah terjadi.



Share:

Rabu, 12 Oktober 2022

Membiasakan Asing

 Terlepas dari salahku, aku minta maaf sebesar-besarnya. Terlepas dari salahmu, lebih dulu sudah ku maafkan seihklas-ihklasnya. Kita sama-sama sibuk dan gengsi, hingga lupa tentang bahagia kita yang pernah ada karena hal-hal yang sederhana. Kembali aku mulai mengenang masa baik, waktu baik, kenangan baik dan hal baik lainnya, membenci itu melelahkan dan aku tak akan pernah bisa, apalagi untuk seorang sepertimu. Aku akan mengingatmu sebagai seseorang yang pernah aku banggakan, sebagai seseorang yang menarikku kedalam bahagia sederhana yang kau beri dengan tanpa sadar.



Share: