Malam masih
memberi kesan, dingin masih menggelantung dalam ruangan, dan kesendirian masih
selalu dirasakan. Tanya masih menghantui pikiran membuat gejolak hati tidak
beraturan: apakah aku masih pantas dalam lingkup kekeluargaan?
Barangkali memang
bodoh bagi kalian, namun itulah yang kupikirkan saat ini. keberadaanku hanya
menjadi pengantar murka bagi sang pecinta, menjadi tempat timbul ketidak
nyamanan bagi sang perawat. Aku kalah dengan hidup, aku tidak dapat membawa
kebahagiaan ditempat yang biasa disebut kehangatan.
Rasa ini remuk
seketika dihujam kalimat, hati ini terasa tidak karuan untuk menerima hidup,
pikiran ini tidak bisa lagi mengurus batin. Emosiku memuncak disaat lemah, air
mata saat ini mulai mengalir bebas mengarungi wajah yang sudah lama tandus. Aku
pendosa bagi yang maha mulia, aku tak layak bersatu dalam bahagia sebab aku
hanyalah sebuah pemberi derita.
Saat ini lagu
favorit, ramai pesan masuk dan media sosial lainnya mencoba berkolaborasi
mencipta ketenangan, namun apalah daya kecewa dan sakitku sudah begitu parah
menusuk di inti hati. Aku begitu sakit, namun tidak di fisik melainkan dibatin,
batinku koyah, menjadi runtuh tidak karuan. Pondasi kokoh yang selama ini
kudirikan hancur begitu saja.
Tidak ada yang
salah dari mereka, aku sendiri yang salah. Mereka mulia tidak pernah salah,
segalanya adalah benar dan keliruan adalah wajar. Aku yang bodoh mengapa
menjadi pengeruh bahagia mereka, seharusnya aku tidak berada dikala mereka
bahagia, sebab bahagia mereka adalah utama, dan aku juga tidak seharusnya ada
disaat mereka tidak bahagia, sebab aku hanyalah jerami yang dilemparkan ke
kobaran api menjadikan mereka semakin khilaf.
Pikiranku kalang
kabut, irama jantungku tak teratur mengelola peredaran nafas, mataku tak kuat
membendung air. Ragaku hanya bajingan yang tidak seharusnya ada didunia, rohku
tidak layak dikasihani, seharusnya itu semua musnah sedari dahulu. Brengsek
memang aku telah merusak kebahagiaan yang direncanakan akan sempurna.
Tiada pantas
bagiku kecuali kepedihan yang perih.
Tiada kelebihan
yang aku punya, aku hanya sebuah mode perusak dalam semesta, aku adalah kosong
yang tak bisa diperbaiki, tetap tiada harga. Seharusnya aku tiada agar tidak
merusak bahagia yang tersusun rapih. Aku adalah kotoran diantara lukisan
pemandangan, membuat buruk yang seharusnya indah.
“Beribu kebaikan
akan terhapus ketika satu kesalahan dilakukan”