Senin, 24 Desember 2018

Abus


Malam masih memberi kesan, dingin masih menggelantung dalam ruangan, dan kesendirian masih selalu dirasakan. Tanya masih menghantui pikiran membuat gejolak hati tidak beraturan: apakah aku masih pantas dalam lingkup kekeluargaan?







Barangkali memang bodoh bagi kalian, namun itulah yang kupikirkan saat ini. keberadaanku hanya menjadi pengantar murka bagi sang pecinta, menjadi tempat timbul ketidak nyamanan bagi sang perawat. Aku kalah dengan hidup, aku tidak dapat membawa kebahagiaan ditempat yang biasa disebut kehangatan.

Rasa ini remuk seketika dihujam kalimat, hati ini terasa tidak karuan untuk menerima hidup, pikiran ini tidak bisa lagi mengurus batin. Emosiku memuncak disaat lemah, air mata saat ini mulai mengalir bebas mengarungi wajah yang sudah lama tandus. Aku pendosa bagi yang maha mulia, aku tak layak bersatu dalam bahagia sebab aku hanyalah sebuah pemberi derita.

Saat ini lagu favorit, ramai pesan masuk dan media sosial lainnya mencoba berkolaborasi mencipta ketenangan, namun apalah daya kecewa dan sakitku sudah begitu parah menusuk di inti hati. Aku begitu sakit, namun tidak di fisik melainkan dibatin, batinku koyah, menjadi runtuh tidak karuan. Pondasi kokoh yang selama ini kudirikan hancur begitu saja.

Tidak ada yang salah dari mereka, aku sendiri yang salah. Mereka mulia tidak pernah salah, segalanya adalah benar dan keliruan adalah wajar. Aku yang bodoh mengapa menjadi pengeruh bahagia mereka, seharusnya aku tidak berada dikala mereka bahagia, sebab bahagia mereka adalah utama, dan aku juga tidak seharusnya ada disaat mereka tidak bahagia, sebab aku hanyalah jerami yang dilemparkan ke kobaran api menjadikan mereka semakin khilaf.

Pikiranku kalang kabut, irama jantungku tak teratur mengelola peredaran nafas, mataku tak kuat membendung air. Ragaku hanya bajingan yang tidak seharusnya ada didunia, rohku tidak layak dikasihani, seharusnya itu semua musnah sedari dahulu. Brengsek memang aku telah merusak kebahagiaan yang direncanakan akan sempurna.

Tiada pantas bagiku kecuali kepedihan yang perih.

Tiada kelebihan yang aku punya, aku hanya sebuah mode perusak dalam semesta, aku adalah kosong yang tak bisa diperbaiki, tetap tiada harga. Seharusnya aku tiada agar tidak merusak bahagia yang tersusun rapih. Aku adalah kotoran diantara lukisan pemandangan, membuat buruk yang seharusnya indah.

“Beribu kebaikan akan terhapus ketika satu kesalahan dilakukan”

Share: