Jumat, 01 Juni 2018

Usaha Melupakan Adalah Bunuh Diri Paling Terencana


Suatu masa dimasa silam, aku pernah berjuang sekuat-kuatnya untuk seseorang, sampai dirasa nyawa ini rela aku pertaruhkan demi dirinya. Bahkan separu warasku terabaikan. Aku menjadi apa pun asal dia bisa bahagia, agar dia bisa nyaman dan agar dia tetap bersamaku. Waktu itu aku membutakan mataku sebuta-butanya dari pesona dunia hanya agar sosoknya tidak lepas dari pengawasanku, menjadi tuli untuk perkara yang melemahkan perasaan. Tidak memperdulikan berbagai perkataan orang lain tentang kamu atau tentang kita, membiarkannya berlalu selayaknya terpaan angin pada tanaman, asal tak membuat rusak keadaan. Aku selalu ingin dirinya, keluar dari duniaku sendiri dan mencoba berbaur dalam dunianya, pernah berusaha begitu keras untuk selalu membuatnya kokoh berdiri. Hingga, tersungkur aku setengah mati, bahwa yang aku dapatkan hanya ketidak pedulian.



Tiada tempat yang benar-benar sepi, hanya perlu waktu untuk dibuat nyaman lalu ramai.



Aku menyediakan tempat senyaman-nyamannya untuk dia singgahi, seluas-luasnya untuk ia tempati. Begitu besar harapan dia akan betah berlama-lama ditempat yang telah aku sediakan.
Nyatanya dia tak peduli dengan itu, baik atau buruknya aku pada masa itu, akan berakhir sama. Dikecewakan lalu ditinggalkan. Bersandar lemas pada kesendirian, mencoba menerima kenyataan bahwa dia tak benar ada perihal  jujurnya perasaan, harapan yang selalu aku inginkan seketika musnah tanpa kepedulian. Merobek setiap inci hati yang awalnya sudah siap untuk mengikat perasaan satu sama lain, meluluh lantahkan perasaan yang seharusnya bisa meminang masa depan.

Seperti itulah dia, pematah hati paling profesional. Dia adalah ilusi paling nyata dan pematah hati paling sengaja.

Hari-hari rapuh dan jatuh, hari-hari yang penuh kecewa telah kulalui, panjang waktu yang telah terlewati perihal pernah bersamanya, dia menyadarkan diriku bahwa sosok yang begitu lemah lembut, lucu dan imut dapat melukai dengan begitu kejamnya, dia membuat segala hal yang telah kuberikan untuknya dengan penuh hanya dibalas dengan kekejaman sehina-hinanya. Hingga pernah berniat mengubah do’a baik yang selama ini aku kirim untuknya menjadi kutukan yang paling kejam. Hari itu, usai sudah segala perkara tentang dirinya, telah terlupakan dan lenyap sebagaimana kertas yang dibakar. Kulepaskan dia kepada semesta, kubiarkan dia berkelana, matilah bersama sedih-sedih yang dia derita dan penyesalan yang diterima berikutnya.

Nanti akan tiba waktu tentang merindukan sifat yang kekanak-kanakan ini, sifat yang mungkin membuat muak waktu itu. Lalu memilih pergi menjauh dariku. Mencari seseorang yang dapat di andalkan mencari pengganti menemukan yang baru, ia menerima seseorang yang dirasa lebih baik dan lebih dewasa dariku, tak masalah. Bagiku dia hanyalah masa kelam yang harus dilupakan. Ia memilih jalan lain, jalan yang menurutnya lebih baik. Terasa dijatuhkan dari langit namun tak patah tulang hatiku saja yang remuk berantakan, tubuhku pun baik-baik saja, perasaan didalam dada yang cidera dan penuh luka. Sementara dia bahagia disana dengan seseorang yang di anggap dewasa.

Nantinya akan tersadar, bahwa ada seseorang yang pernah begitu hebatnya dalam berjuang, orang itu adalah aku, dalam setiap kesalahan aku hanya perlu di beri waktu untuk belajar, bukan ditinggalkan, kita hanya belum benar-benar bisa mengerti dunia yang berbeda. Namun, sekanak-kanaknya aku. Aku tidak pernah menyakitimu melebihi apa-apa yang ditakuti dirimu secara berlebihan, kamu hanya terlalu cepat mengambil kesimpulan secara sepihak.

Pada suatu saat nanti jasadku tak akan ditemukan lagi, menghilang bagai kabut yang tersisih gagahnya mentari diatas bumi. Pada suatu saat nanti senyum serta suaraku tak akan kau dengar layaknya tangis anak kecil ditengah hirup pikuk hutan belantara. Pada suatu hari nanti impianku tak akan teguh lagi, binasa seperti kerikil yang terhempas ditengah laut. Percayalah semua itu perkara dia, dia adalah alasan paling tepat untuk penyiksaan ini, memproses kematian secara perlahan dan bertahap.

Kini setiap kali bertemu, aku selalu memperbaiki raut wajah berkali-kali, memasang mimik muka yang pas sebagai orang asing, seseorang yang belum pernah berjumpa sebelumnya. Mencari nada yang pas sebagai orang lain, sebagaimana seseorang yang belum pernah berbincang. Itulah alasan mengapa aku cepat memalingkan muka, aku lebih banyak diam daripada bicara. Karena setiap kali dia menatapku, setiap kali dia berbicara kepadaku, aku harus meyakini pada hatiku bahwa aku tidak akan mengulangi jatuh cinta lagi kepadanya. Semuanya sudah berakhir dan tidak akan pernah dimulai lagi.

Barangkali perihal jodoh dia bukan yang terbaik, namun hati harus percaya serta yakin bahwa tuhan menyimpan perihal yang apa-apa belum aku ketahui yang jauh lebih baik dari yang bisa dinalarkan oleh pikiran. Sejak hari itu aku menganggap dirinya telah sirna, lenyap bersama waktu yang telah dilewati dengan tegar, hari masih harus berlanjut dengan atau tanpa dirinya, dunia masih punya beragam bahagia yang harus dimasukan kecatatan hidup.

Kalau berandai-andai, aku sama sekali tidak ingin mengenal dia, karena dia aku tersungkur, pernah tidak mengenal bahagia, lupa ingatan tentang dunia luar, ya andai saja bisa. Nyatanya tidak, namun sekarang semua sudah terlewati dengan sedikit kesabaran dan ditambah bumbu ketabahan, sebuah racikan yang pas untuk masa lalu. Saat ini yang tersaji adalah bahagia untuk hari-hari selanjutnya. Banyak rahasia yang dibungkus rapih oleh waktu, perlahan setiap detik akan memberitahu pada semesta untuk berencana mempersiapkan segala halnya untuk menjadi kejutan dimasa yang belum aku jumpa sebelumnya.

Bersama dalam detik yang sama, menit yang sama, jam yang sama, hari yang sama serta mengenai waktu yang sama lainnya, aku dan dia mencoba bahagia dengan cara yang berbeda. Kalau saja dia dapat meyakini bahwa hanya aku yang dapat  menggantikan tugas bapaknya untuk mencintai, menjaga dan membahagiakannya, aku dan dia pasti sedang mencoba bahagia dengan cara yang sama, tiada yang berbeda tiada yang dibeda. Saat ini pengelihatanku sudah pulih, pendengaranku sudah normal, jiwa serta raga telah kuat berdiri kembali untuk berjuang lagi, untuk seseorang yang lain, untuk peristiwa lain yang masih dirahasiakan oleh semesta. Hati bereinkarnasi dalam wujud yang sama di jasad yang sama, kembali utuh seperti sedia kala. Tidak mudah memang melupa dirinya, seseorang yang pernah kukenal dengan sangat dekat. Orang yang dulu begitu baik, orang yang begitu mudahnya memberi nama panggilan dengan kehendak leluconya sendiri. Menghilangkan dirinya dari ingatan bukanlah hal yang sederhana, butuh proses tempuh yang amat panjang dan rumit.

Namun segala hal yang telah berakhir memang harus ditinggal dengan selayaknya. Segala perihal kegiatan bersamanya memang sudah sepatutnya disimpan, rengekan manja, cubitan kecil, dan gelak tawa atau segala hal yang ada pada dirinya harus dibuang secara paksa. Tinggal menunggu semua itu akan menjadi rindu atau menjadi hal yang tabu, yang jelas aku sudah menjadi asing baginya. Percaya atau tidak hidupku tetap baik-baik saja dengan atau tanpa dirinya, bahkan bisa menjadi lebih baik dari apa yang bisa dibayangkan dimasa lalu.

Karena seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu, hati bisa saja bermetamorfosis menjadi lebih indah dari segala hal. Kita hanya perlu waktu untuk bersabar dan tabah dalam melewati segala progres.

Share: