Senin, 08 Januari 2018

Perlina Lintas Rasa

Aku ingin berhenti kau hadiahi sakit hati, terlalu banyak kejutan menungguku didepan, semua tengtangmu harus kuhentikan, mengikhlaskan untuk tidak lagi perduli dan melupakan. Bimbang merasuk jiwa, ragaku terkulai tak berdaya. Kita pernah berbincang sepanjang malam, atas nama tawa dan emotikon yang saling berbalasan mengiring pesan, tidakkah kau rindu?, banyak kisah yang telah kau ceritakan, tak satu pun tentangku yang kau perdulikan, sedihmu sudah sehat hatiku kian tersayat. Pertanyaanku masih sama; akankah aku akan kau kenang sebagai kisah indah atau hanya sekedar pengisi sepi karena yang kau harapkan tak begitu banyak memiliki waktu?.


sejuk udara pegunungan dingin sikapmu diujung pengharapan | liar potret dari @gempur


Bila kamu sedang duduk dibangku kelas dan menatap dengan sembunyi lelaki idamanmu tolong sampaikan padanya bahwa jangan pernah sakiti wanita yang istimewa ini, anggaplah dia ada
sebagai wanita yang mengharap untuk selalu ada didekatmu, pagi ini sunyi menusuk di ingatanku, menuju waktu-waktu bermalas-malasan ditempat tidur, kamu mengunggah snap whatsapp dengan emot sakit, aku dengan cemas menanyakan kabarmu, namun jawaban darimu hanyalah penjelasan bahwa dirimu tidak benar-benar sakit, ragamu masih sehat hanya jiwamu saja yang sedang diguyur kegalauan, tanggapanku mengenai balasanmu berdasarkan sedikit kecemburuan, membalas dengan rasa ingin tahu apa yang menyebabkan dirimu mengalami kegalauan, namun sayangnya hanya applikasimu saja yang sedang aktif tapi tidak dengan hatimu, kamu bukannya sibuk, kamu hanya tidak perduli dengan pesan masuk dariku, atau bahkan tidak perduli dengan apapun tentangku.

Aku kira kau akan membalas pesanku yang lalu, tapi nyatanya beberapa pesan yang terkirim hari lalu belum juga menjadi ceklis dua biru.

Tiada rasa yang biasa saja ketika cinta telah bersedia hadir. Kau memilih bungkam secara perlahan menyeretku ke dasar kelam, kau selalu mengelak padahal aku tahu kau sedang mencari cara untuk bahagia dengannya dimasa depan kelak, kau selalu berbaik hati padahal aku tahu kau hanya singgah dikala hatimu sedang dirundung sepi. Aku kalah oleh perasaan, kau lebih memilih untuk menetap pada lelaki yang lebih mapan dan dirasa lebih nyaman dari sekedar pelukan.

Kau hebat menyelimuti kebajikan dengan kebohongan.

Kamu tidak sibuk hanya hatimu saja yang tidak pernah bisa terketuk.

Kau pendusta paling profesional.

Kamu selalu memiliki senggang waktu, bukan untukku melainkan untuk sosok baru yang berhasil masuk ke relung hatimu terlebih dahulu.

Sinar mentari telah menjadi raja angkasa, sinarnya menawarkan penerangan sekaligus memberikan kehangatan, meninggi menyingsing kabut. Berapa lama kau akan bertahan pada persembunyian, menahan segala senyum kala dia menatap. Aku menyadari kau memang tidak akan datang kepadaku sebab aku bukanlah seseorang yang kau prioritaskan. Cinta tak selalu tentang kepemilikan, kadang cinta adalah tentang keikhlasan, dengan segala rela coba aku persembahkan, atas rajutan cinta yang kau harapkan dengannya. Kadang harus rela menerima kenyataan bahwa diri sama sekali tidak diperdulikan, atas segala perjuangan yang telah ditempuh kau seolah tuli akan jejak kaki yang kini kau buat lumpuh.

Remah puisi aku coba sajikan, menjalar dalam setiap karya, video stop motion yang aku buat empat hari tiga malam tepat saat ulang tahunmu yang ke tujuh belas, tepat satu tahun kita saling kenal. Romantis bukan? Bahkan saat kukirim lewat whatsapp kau merasa sangat senang terlihat jelas saat kau mengirim emot muka bundar merona dengan mata berbentuk hati, cukup untuk menggambarkan bahwa kamu suka dengan hasil buatanku. Renggang waktu kau membalas pesanku ternyata kau mengabariku untuk melihat unggahan terbaru di akun instagram milikmu, satu buah video yang kau persingkat menjadi satu menit dengan caption terima kasih sudah membuatku yakin bahwa aku sudah dianggap dalam hidupmu.

Sudahlah kembali lagi kekenyataan saat ini, itu hanya potongan masa lalu yang kini hanya bisa dinikmati menjadi kenangan abadi. Keadaanku masih sehat hatiku saja yang sekarat, buktinya aku masih bisa mengingat dengan jelas kenangan diantara ramainya bising kendaraan yang lalu lalang didepan rumah. Sapaan manis dari orang yang aku kenal dan kesopanan dari diberi dari seorang asing yang belum aku temui. Andai kau seperti mereka, menyapa akrab ditengah keramaian, memberi senyuman ditengah pantulan terik kehangatan, ah iya berandai memang menyenangkan, sepintas bermain dengan khayalan, tawa kecil yang dibuat sendiri oleh imajinasi.

Oh iya aku hanya ingin berpesan, bahagia selalu dan jaga diri baik-baik, bagaimana pun kamu pernah aku banggakan didepan teman-teman.

Kau tahu bedanya kopi yang kuseduh tadi pagi dengan rindu yang kubangunkan dengan kenyataan? Tak ada, keduanya sama-sama pahit.


Setelah kepergianmu kini biarkan aku yang melangkah pergi, menyusuri setapak kebahagiaan melewati serpihan kekecewaan, sebab cintamu telah pergi tanpa peduli dan rinduku tak mampu membuatmu kembali.
Share: