Perasaan membawaku kerelung penantian penuh pengharapan, entah tawa yang
berujung bahagia, atau rasa sakit yang berujung pahit, aku masih saja terduduk
dipelataran, ditemani kepulan asap kopi yang masih menguap diantara bayang
kenangan, juga rintik air hujan sebagai pertanda langit sedang dilanda pedih,
ah sungguh teman yang sangat setia, bahkan keadaannya pun sama, aku merasakan
apa yang langit rasakan, mengumpulkan semua uap panas dan menimbunnya ditempat
yang disembunyikan, entah oleh perasaan entah oleh pengharapan, kemudian
membuncah mengeluarkan segala isi dengan derai air yang jatuh berserakan.
Temaram langit senja mencirikan dirimu, indah namun perlahan menghilang | dipotret oleh @Luthfi
Sudah separuh hari langit tak berhenti menangis, mungkin luka yang dia
rasakan teramat
perih, mungkin tangisan adalah satu-satunya cara membuatnya tenang, hingga tujuh warna berbeda muncul, berpendar indah menghiasi dan menghibur langit. Kemudian langit pun tersenyum riang dengan memunculkan mentari yang bersinar bebas menerangi semesta.
perih, mungkin tangisan adalah satu-satunya cara membuatnya tenang, hingga tujuh warna berbeda muncul, berpendar indah menghiasi dan menghibur langit. Kemudian langit pun tersenyum riang dengan memunculkan mentari yang bersinar bebas menerangi semesta.
Seolah seperti dulu, kau menangis karenanya, datang kerumahku berharap
mendapat hiburan dari kebersamaan kita. Masih ingat gerobak ice cream yang lewat di waktu itu?, kau
berlarian diatas kubangan air bekas rintik hujan, merengek untuk dibelikan satu
cup ice cream, aku masih ingat rasa
yang paling kau sukai dari secorong ice
cream, vanilla itulah rasa favoritmu, aku tidak akan melupakan rasa
favoritmu itu, bagaimana bisa pula aku melupakannya, sebab aku pun sama,
menyukai ice cream dengan rasa
vanilla, ah memang rasa yang mengenakan.
Sudah waktunya aku untuk berhenti memanjakan jiwa dan ragamu, membiarkan
rengekanmu menggelegar mengalahkan bunyi gemuruh petir, sudah berapa jam kita
melewatkan waktu bersama membahas nama yang kau banggakan selama ini,
menceritakan segala kisah tentang kalian, tak perduli bahwa sebenarnya ada raga
yang lebih bisa membahagiakan kamu disini, terlalu serius kau berbagi kisah
padahal jelas sebelum senyummu merekah indah ada tangis yang tercipta
karenanya, tawa yang dibiarkan mengalir masih memberi jarak atas rasa yang
sudah berjuang.
Akhirnya.
Menyadari bahwa kau sudah melupakan kesedihan, lambat laun isak tangismu
berhenti, perlahan terlihat jelas sedihmu berganti kebahagiaan, kau sudah lepas
dari luka yang membelenggu, tertawa bebas memastikan bahwa kesedihanmu telah
binasa, menghancurkan rantai yang sebelumnya amat menyiksa jiwa, kau berbahagia
atas pencapaian itu, melupakan bahwa disini ada aku yang membuatmu bebas dari
semua belenggu kesedihan.
Lingkup semesta menjadi saksi betapa sebuah tawa bahagia adalah awal
kesedihan, membawa senyuman lalu perlahan masuk lewat keakraban duduk diruang
kenyamanan, menyantap berbagai peristiwa sebagai wejangan awal pembuka dialog
basa-basi, tersedak karena tak sepaham, lalu pulang dengan kekecewaan;
kenyataannya logika sering pula kalah dengan perasaan, membuatku lelah untuk
terus menerus menyerah dengan perasaan.
Aku menghitung denting gelas kopiku yang sudah dingin, ampasnya telah
tenggelam dalam pekat, aromanya kian tak terasa oleh penciuman, kopi itu
menjadi biasa saja, seperti rasamu padaku, awalnya kamu datang dengan
kehangatan dan aroma wewangian tubuhmu selalu saja menjadi senjata agar tetap
nyaman berada didekatmu, perlahan waktu memastikan bahwa masalahmu telah
tenggelam kepaling dasar, membuang segala pahit melupakan semua sakit.
Seiring pamitmu dari hadapanku, kini biarkan aku menghabiskan sisa kopi
yang terlupakan karena terlalu sibuk mencari solusi dari seluruh keluh kesah
yang kau bagikan. Aku dan kopi serta kamu dengan dia, ya setidaknya kopi tidak
lebih jahat darinya, tidak pernah membuat hujan dipelopak mata, tidak pernah
menjanjikan harapan manis karena sedari awal kita sendiri yang menentukan
kombinasi rasa dari secangkir kopi itu sendiri, kadang kopi hanya membuat mata
lebih terbuka dan terjaga karena pahit yang dia beri; setidaknya itu adalah hal
baik untuk menyadarkan kita dari pahitnya sebuah rasa, teguk saja dan nikmati
saja rasa yang kau ciptakan sendiri, mungkin begitulah kopi berkata.
Aku mensyukuri kedatanganmu, sebab aku tak bisa menebak kapan hatimu akan
dilukai kembali, dan kau tidak pernah perduli betapa seringnya hatiku kau
hadiahi sakit hati, biarlah masalah perasaan tetap menjadi sebuah penghubung
antara rasaku dan jatidiri hubungan kalian, kemudian biarlah patah hati menjadi
penuntun pertemuan kita ditempat terbaik yang direncanakan. Semoga hatiku tetap
kuat menerima dan pikiranku tetap pandai untuk menemukan solusi untuk semua
masalahmu.
Sebab kita adalah pengembara
yang dipertemukan oleh kehilangan jejak tujuan masing-masing.