Ketika mendamba adalah suatu kepasrahan maka akan ada kecewa diakhir
cerita, ketika mengharap adalah pilihan maka akan ada sakit sebagai jawaban,
atas raga yang kau kesampingkan, aku pernah mendambamu tanpa kepastian, aku pun
pernah mengharap tanpa balasan, demi raga yang telah tersungkur lemas, aku
pernah merasa memiliki tanpa terbalas, sakit oleh kecewa adalah cambukan
teristimewa dikala hati sedang merana, terkoyak akan perasaan yang dibolak
balik, terisi sepi atas asa yang tak pernah kau balas perduli.
Senja berpamitan, hatiku rapuh tak karuan | potret dari; @alyaputri
Aku menulis diantara raga yang terlihat kuat dan
jiwa yang sebenarnya tersayat, ditemani para rasio bintang, hening malam, sinar
rembulan, dan pekatnya suasana malam, aku mencoba lekas pulih walau jiwa masih
meronta perih, sebab aku yakin keperdulianmu atas raga yang selalu berjuang
tidak akan pernah ada, kau begitu egois, terlihat jelas ketika kau masih
sempatnya tersenyum disaat hatiku sedang ranum. Perdulikah dirimu?, ada
seonggok gumpalan daging yang bernaung dalam berbagai rasa, kurasa kau tidak
perduli, sebab gumpalan itu masih sering kau mainkan. Detak jantung bersinergi
atas kerja dari gumpalan itu sendiri. Sementara itu kau dengan mudahnya
memporak-porandakan tanpa rasa bersalah, membuat kinerja detak jantung tidak
lagi berirama searah.
Terbengkalai, iya begitulah keadaan hati dan
perasaanku saat ini.
Ada cerita yang sejatinya hanya menjadi kenang. Sederhana
saja, kini tawamu sudah tidak menghiasi telingaku, rentetan pesan mesra tidak
lagi terkirimkan ke nomorku, rangkupan cemas tak lagi tentang keberadaanku,
semua itu telah kau asingkan dari namaku. Semudah itu kau lakukan, padahal dulu
kau pernah memaksaku berkata untuk tidak meninggalkanmu. Keperdulianmu sirna
sejalan dengan langkah kepergianmu dari hidupku, melepas genggaman erat yang
telah kita jaga, membelokkan langkah kaki diantara senyum yang masih tertata
rapih. Tiada kepergian tanpa kesedihan,
itu adalah paket yang pasti diterima setiap hati ketika dihadapi oleh
perpisahan.
Terbengkalai, iya begitulah keadaan hati dan
perasaanku saat ini.
Menabahkan jiwa untuk menerima segala bentuk kenyataan
bahwa kamu tidak akan menghabiskan waktu dengan aku lagi, setiap detik yang
kita lewati kini hanya akan menjadi kenangan, dan segala bentuk kisah yang
telah kita buat bersama hanya akan menjadi cerita yang entah akan tersimpan
rapih atau terbuang bersama hilangnya perih.
Aku mencoba menyapamu lewat perantara artikel
tentang kesehatan yang aku kirimkan untuk mu, iya, keperdulianku masih besar.
Aku tak berharap untuk kau balas pesan itu, hanya agar kau baca untuk menjaga
kesehatan dirimu, namun kau membalas pesan dariku dengan menuliskan “Terimakasih banyak, ini artikel yang selama ini aku cari, namun aku
selalu lupa untuk mencari artikel ini, terima kasih banyak” parahnya kau menambahkan
emotikon senyum manja diakhir pesanmu, entah sengaja atau sekedar menggoda,
entahlah. Aku berusaha keras untuk menahan hati dan perasaan agar tidak tergoda
oleh emotikonmu itu, aku membalas dengan agak ketus demi hati agar tetap kuat
dan ikhlas dirimu dimiliki orang lain. Aku berharap tiada rentetan pesan lagi
dilayar ponselku waktu itu, tapi kau malah membalas pesan ketusku, entah apa
maksudmu yang jelas aku sudah tidak perduli, pesan kedua yang kamu kirim adalah
pesan terakhir yang masuk di ponselku, sebab aku tetap ingin perasaan ini
ihklas dan hati tetap kuat tanpa terusik oleh bualan manismu.
Hati dan perasaanku mulai aku bersihkan dari debu
janjimu.
Menata kembali, membersihkan setiap rongga yang
dulu porak poranda karena musibah hebat yang dialami, menjaga dan merawat
kembali agar tempat yang kosong siap dihuni kembali oleh orang yang baru, yang
siap mendiami dengan keikhlasan. Media sosial tempat dulu kita bercengkrama
memulai kembali aktivitas rutinnya, membalas dengan lembut sapaan orang-orang,
merangkul masa lalu dengan riang, tersenyum kecil setelah nyaman itu datang.
Hingga mempersilahkan orang baru menempati ruang yang kosong, semoga dapat
melupa masa lalu dan menjadi poros bahagia yang baru.
Merawat, menata dan menjaga kembali hati dan
perasaan
Asyik memang menemukan kebahagiaan yang baru,
setidaknya penantianku terhenti, do’a-do’aku terkabul, sosok yang akan menjadi
kebanggaan dan menjadi poros kebahagiaan, datang dengan kesopanan membawa
ketentraman, memberikan lebih dari apa yang aku khayalkan. Aku mengusap-usap
mata lebih lama terasa perih oleh bahagia, dia benar-benar nyata. Namun jujur
selalu terbesit dalam hati apakah aku pantas untuknya, cerdas saja tidak, mandi
pun malas, kamar berantakan dan penampilan masih tidak karuan, jauh dari dia
yang memiliki hunian bagai mahligai, cerdas dan kuliah disalah satu universitas unggulan, dia
selalu tampil modis dan anggun. Ragu menjadi takut untuk lebih kenal dekat, aku
yang memang dia terima apa adanya atau sekedar teman pelepas sepi nya saja.
Susah memang membedakan hanya
sekedar suka atau memang benar cinta
Semoga
mampu menganalisa dan hati kembali siap untuk menerima luka.