Selasa, 14 November 2017

Difraksi Hepatomegali

Diakhir bulan September kau hadir sebagai satu-satunya pencipta bahagia, menawarkan beribu bahagia, yang kau suguhkan dalam setiap pesan yang kau kirim lewat whatsapp, aku yang memulai obrolan kala itu dengan balasan yang memancarkan gelak manis meronai senyuman tipis, kita berbahagia kala itu, aku yakin, walau tidak secara langsung mengetahui raut wajahmu, namun aku yakin kau sama bahagianya denganku.


pelabuhan salah satu pengantar bahagia karena temu atau sedih karena pisah


Hari itu, diakhir bulan september, kita adalah sepasang bahagia yang menyatu oleh aplikasi, menatap layar dengan begitu serius, saling mencipta kalimat balasan agar obrolan tak putus,
mencari topik terbaik, sampai obrolan tak menarik, hingga akhirnya kau pun bosan dengan namaku dilayar ponsel -mu, menyudahi semua bicara, mengakhiri semua tawa, menukar hati yang berbahagia, dengan sesak tepat didada, menarik kembali semua yang kau tawarkan, melangkah dengan nelangsa yang sengaja kau tinggalkan.

Diawal bulan Oktober, Jika kini kehadiranku kau tolak dengan begitu jelas, menetapkanku sebagai pengganggu yang paling membuatmu risih, apa ini caramu memperlakukan hati yang rela membuat iri semesta dengan membaginya dengan keangkuhanmu?, begini saja, jika itu keinginanmu aku akan senantiasa pergi dari hidupmu, menghilang dari aplikasi yang pernah dengan sengaja menyatukan kita, ah raga ini tak perlu kau risaukan, karena sakit yang kau beri bertubi-tubi sudah mengajarkan kuat untuk menerima kenyataan.

Melangkah..

Kelain arah, mengetuk beribu pintu, menawarkan cinta yang baru, tidak apa, setidaknya itu lebih mulia dibanding harus hidup dihatimu lagi, aku tak mengerti kenapa tuhan mempertemukan dua hal hanya untuk memisahkannya, jika itu sebagai sarana pembelajaran untuk hati, kurasa itu adalah pelajaran yang paling menyakitkan, sebab, jika disebut sakit hati, seluruh tubuhku pun merasakan sakitnya.

Detik memaksaku bertanya tentang kabarmu sekarang, lewat story dimedia sosialmu aku mencari jawaban atas semua harapan yang tak terbalaskan, tentang dimana kau dengan mudahnya memajang foto lelaki lain sedang bersanding denganmu, menaruh namanya dengan penuh hati sebagai pemanis caption bagiku sama saja, bahagia yang kau rasakan merupakan sakit yang terencana untukku, melihatmu tersenyum adalah kesenangan diantara kepedihan.

Pergi..

Menjauh..

Ketempat dimana seharusnya aku bisa menemukan berbahagia, melupakanmu bukan membencimu, karena membencimu akan tetap membiarkan-mu di dalam ingatan, dan aku tak bisa untuk membenci dirimu yang pernah dengan sempurna membuat lengkungan dibibir yang sekarang sedang menampakan sedihnya, bukan penyesalan yang aku dapatkan, namun pelajaran dimana kita memang sudah seharusnya merelakan apa yang bukan ditakdirkan untuk kita miliki.

Dan tepat dipertengahan bulan oktober, kau benar-benar berbahagia, terlihat jelas di status media sosialmu, dan akupun telah berbahagia atas kesendirian yang kau cipta, berkatmu aku lebih mengerti bahwa perasaan memang tak pernah bisa dipaksakan, mengenali dengan seksama tentang sebuah perasaan, aku pergi dengan sebuah pesan bahwa JANGAN MENCARIKU, tapi tanyakan pada dirimu masih adakah rasa untukku, kurasa tidak!.

Aku telah menguras segala rasa bekas dirimu, dan tidak ada lagi sisa luka atas pengharapan yang tak pernah terbalaskan.

Berbahagialah..

Wahai senyum yang pernah membuat hati ini berharap.
Share: