Diakhir bulan September
kau hadir sebagai satu-satunya pencipta bahagia, menawarkan beribu bahagia,
yang kau suguhkan dalam setiap pesan yang kau kirim lewat whatsapp, aku yang memulai obrolan kala itu dengan balasan yang memancarkan
gelak manis meronai senyuman tipis, kita berbahagia kala itu, aku yakin, walau
tidak secara langsung mengetahui raut wajahmu, namun aku yakin kau sama
bahagianya denganku.
pelabuhan salah satu pengantar bahagia karena temu atau sedih karena pisah
Hari itu, diakhir
bulan september, kita adalah sepasang bahagia yang menyatu oleh aplikasi,
menatap layar dengan begitu serius, saling mencipta kalimat balasan agar
obrolan tak putus,
mencari topik terbaik, sampai obrolan tak menarik, hingga akhirnya kau pun bosan dengan namaku dilayar ponsel -mu, menyudahi semua bicara, mengakhiri semua tawa, menukar hati yang berbahagia, dengan sesak tepat didada, menarik kembali semua yang kau tawarkan, melangkah dengan nelangsa yang sengaja kau tinggalkan.
mencari topik terbaik, sampai obrolan tak menarik, hingga akhirnya kau pun bosan dengan namaku dilayar ponsel -mu, menyudahi semua bicara, mengakhiri semua tawa, menukar hati yang berbahagia, dengan sesak tepat didada, menarik kembali semua yang kau tawarkan, melangkah dengan nelangsa yang sengaja kau tinggalkan.
Diawal bulan
Oktober, Jika kini kehadiranku kau tolak dengan begitu jelas, menetapkanku
sebagai pengganggu yang paling membuatmu risih, apa ini caramu memperlakukan
hati yang rela membuat iri semesta dengan membaginya dengan keangkuhanmu?,
begini saja, jika itu keinginanmu aku akan senantiasa pergi dari hidupmu,
menghilang dari aplikasi yang pernah dengan sengaja menyatukan kita, ah raga
ini tak perlu kau risaukan, karena sakit yang kau beri bertubi-tubi sudah
mengajarkan kuat untuk menerima kenyataan.
Melangkah..
Kelain arah,
mengetuk beribu pintu, menawarkan cinta yang baru, tidak apa, setidaknya itu
lebih mulia dibanding harus hidup dihatimu lagi, aku tak mengerti kenapa tuhan
mempertemukan dua hal hanya untuk memisahkannya, jika itu sebagai sarana
pembelajaran untuk hati, kurasa itu adalah pelajaran yang paling menyakitkan,
sebab, jika disebut sakit hati, seluruh tubuhku pun merasakan sakitnya.
Detik memaksaku
bertanya tentang kabarmu sekarang, lewat story dimedia sosialmu aku mencari
jawaban atas semua harapan yang tak terbalaskan, tentang dimana kau dengan
mudahnya memajang foto lelaki lain sedang bersanding denganmu, menaruh namanya
dengan penuh hati sebagai pemanis caption
bagiku sama saja, bahagia yang kau rasakan merupakan sakit yang terencana
untukku, melihatmu tersenyum adalah kesenangan diantara kepedihan.
Pergi..
Menjauh..
Ketempat dimana
seharusnya aku bisa menemukan berbahagia, melupakanmu bukan membencimu, karena
membencimu akan tetap membiarkan-mu di dalam ingatan, dan aku tak bisa untuk
membenci dirimu yang pernah dengan sempurna membuat lengkungan dibibir yang
sekarang sedang menampakan sedihnya, bukan penyesalan yang aku dapatkan, namun
pelajaran dimana kita memang sudah seharusnya merelakan apa yang bukan
ditakdirkan untuk kita miliki.
Dan tepat
dipertengahan bulan oktober, kau benar-benar berbahagia, terlihat jelas di
status media sosialmu, dan akupun telah berbahagia atas kesendirian yang kau
cipta, berkatmu aku lebih mengerti bahwa perasaan memang tak pernah bisa
dipaksakan, mengenali dengan seksama tentang sebuah perasaan, aku pergi dengan
sebuah pesan bahwa JANGAN MENCARIKU, tapi tanyakan pada dirimu masih adakah
rasa untukku, kurasa tidak!.
Aku telah
menguras segala rasa bekas dirimu, dan tidak ada lagi sisa luka atas
pengharapan yang tak pernah terbalaskan.
Berbahagialah..
Wahai senyum yang
pernah membuat hati ini berharap.