Minggu, 16 Oktober 2022

Ablasi

Seiring perjalanan hidup, ternyata aku mulai menyadari bahwa memaafkan adalah memberi kedamaian kepada diri sendiri atas kejadian yang menimpa diri kita sendiri. Memaafkan bukanlah tentang memberikan kesempatan bagi orang lain untuk melukai kita kembali, melainkan perihal mengihklaskan hal-hal yang sudah terjadi.



Beberapa hal memang pada akhirnya kusimpan sendiri, terutama perihal rasa rindu yang beberapa kali membuncah, namun untuk sekedar menyapa itu bukan perkara mudah untuk kisah kita yang telah lama sudah.Andai pun kau sadar rindu itu tertuju untukmu mungkin kau juga tak akan merespon apa-apa. Nanti jika sudah benar-benar tiada celah atas segala hal, aku harap kau telah menemukan seorang lain.

Sebelumnya maaf aku sudah tidak pernah lagi berkunjung ke kotamu, ketempat dimana kita pernah mengisi waktu kosong dengan bersama beriringan langkah demi langkah kaki, mengisi ruang semu dalam bingar gelak suara cerita dan tawa atas ke konyolan yang secara eksplisit. Kamu dan aku sempat berbahagia pada masa itu, namun itu lalu, sudah sangat usang termakan waktu hingga seperti hayat yang telah diujung mortem. 

Sejujurnya aku ingin sekali singgah di beberapa tempat untuk menyambangi puing luka mana yang belum ku sapu bersih dari debu-debu kenangan, barang kali masih ada tentangmu disana. Kau tidak perlu repot-repot meluangkan waktu untuk menyusulku kesini, biar aku saja yang ada. Karena pengabadian terhadapmu juga sudah kuanggap mati terkubur bersama singgasana megah yang pernah kubangun untuk kau singgahi dahulu, salahku memang terlalu cepat membangun singgasana untuk tempat tinggalmu, yang pada realitanya kau hanya singgah tanpa niat menetap.

Kini bersemayamlah dalam abadi, luka yang kau buat kini aku baringkan dengan damai diatas gundukan tanah berisi kenangan yang terbungkus rapih dalam peti, terkubur dalam hingga tak mampu dijamah sesiapapun lalu menjadi busuk pada akhirnya. Entah alam setelah itu menjadi tempat lebih baik untuk kediamanmu atau menjadi sebuah siksa atas penyesalan masa lalu karena telah membuang banyak kesempatan atas hati yang pernah mekar karena sebuah pengharapan.

Morbiditas sudah menjalar dalam setiap aliran darah serta nadi, dan yang paling parah adalah hati, terporak porandakan akibat terlalu mudah percaya atas dasar kasih, sebab ia tidak pernah mendapat kasih seperti yang kau beri. Kau memang pandai bersandiwara, tipu daya membuat luka yang seharusnya tertutup kini makin terbelangah, Kau sempat menjadi obat yang kupercaya akan dapat menyembuhkan, namun aku lupa bahwa di setiap obat ada komposisi bahan yang meskipun baik namun akan sangat mematikan jika salah konsumsi.

Luka masih berlinang dan tentangmu hanyalah menjadi sebuah kenang, pada sesiapa sepimu tertuang kali ini? Telinga yang kau beri intonasi semoga berbahagia tanpa harap balas hati. Pilumu diperdengarkan, kisahmu kau sajikan, kelak semoga tiada sesak isak yang terkumandangkan, maka jagalah air matamu sebab ia berlinang bak mata air bagi sebuah penghidupan hati yang gersang. Memang seharusnya tidak usah berujar banyak jika jarak masih terbentang, karena asa akan perlahan mati sebab ia layaknya musafir yang kerontang.

Kita terlalu usang untuk sesuatu yang disebut asing.

Maka kita tidak akan pernah menjadi koagregasi sebab kau sadar untuk terus tidak sadar lalu tidak peduli pada keputusanmu yang memilih pamit. Sempat menyalak pada sebuah jarak, namun arahmu memilih berbeda hingga tak terlihat oleh mata yang membelalak.

Sebelum kau benar-benar menjadi kepemilikan sah orang lain, bergaunkan kemerdekaan atas azas kebahagiaan, selayaknya cincin telah menemukan jari manis maka tergenggamlah tanganmu dengan erat dan meriahlah parade sosial budaya yang dilampirkan pada setiap momen runutan acara pernikahan. Maka kau boleh mampir seluang waktu yang kau punya untuk berbagi khawatir, sebab dalam cemas itu masih ada aku menanti gelak ceriamu diujung cerita. Entah pada akhirnya menjadi bersanding atau berpaling, masa depan tidak pernah bisa ditakar apalagi ditukar, ia akan terus berjalan menjajaki masa tanpa pernah tersasar. 

Jika nanti aku sudah mulai kembali bisa percaya kepada seseorang yang lain selain dirimu, jika nanti aku telah menyayangi seseorang yang lain selain dirimu, jika nanti aku sudah mencintai seseorang lain selain dirimu, jika nantinya aku tersenyum, tertawa, berbahagia dan berbagi kisah serta kasih karena seseorang lain selain dirimu. Percayalah, kamu pernah menjadi yang tak terganti dalam waktu yang sangat lama, kamu menjadi satu-satunya alasan aku tidak ingin sesiapapun selain dirimu, kau pernah menjadi yang paling yakini menepati janji-janji, kau juga pernah menjadi karena atas kenapa senyum, tawa, dan bahagiaku tercipta, iya kau pernah menjadi puncak paling spesial dari seluruh kolonial manusia. Sebelum akhirnya kau memilih pergi dan aku memilih menutup hati, hingga parahnya orang lain mengira bahwa aku memiliki kelainan yang pada kenyataannya hatiku belum juga pulih, masih ada kepingan berserakan yang dimana itu sangat berbahaya jika ada orang lain yang ingin menetap, maka aku bersihkan terlebih dahulu puing yang tersisa, merenovasi bagian yang hancur hingga menjadi layak huni kembali, agar orang baru yang tinggal merasa nyaman, aman dan tentram.

Walau singkat kisah, tapi terimakasih atas segala rasa, selamat berbahagia. Kini biarkan aku memulai terbiasa tanpamu disegala hal, sebab rasaku pernah menjadi yang paling tulus sebelum kini menjadi ihklas yang paling serius.

Share: